SERI PENTIGRAF BUNG KARNO

TINGGALKAN PADA TEMPATNYA
#PentigrafBungKarno

Image may contain: 2 people, text
Suasana waktu itu sangat tidak menentu. Siapa lawan, siapa kawan tidak jelas. Banyak yang menyamar jadi sahabat dan pengagum tetapi sesungguhnya berlaku sebagai Brutus, (Markus Yunius) seorang Senator yang memimpin konspirasi untuk membunuh Julius Caesar sang Kaisar Romawi. Hari-hari terakhirku di Istana negara juga begitu. Banyak yang keluar masuk dan memanggil aku Bapak, tetapi hanya untuk melihat keadaanku. Aku sudah dipasung secara politis. Tetapi sesungguhnya akulah yang memasungkan diriku, ambisiku, gengsiku, nama besarku.

Di penghujung kekuasaanku – yang jika aku masih mau mempertahankan, aku cukup berpidato berapi-api di hadapan warga Marhaen, juga para prajurit setiaku akan mengangkat senjata dan melakukan perlawanan, dan bahkan di kemudian hari banyak pakar mengatakan aku berkonspirasi menjungkalkan diriku, konspirasi terbodoh mungkin yang pernah terjadi sejagat – aku merasa sudah selesai dengan diriku. Selesai bukan dalam arti akhir atau tamat riwayat, tetapi tidak berambisi lagi agar rakyatku, anak-anakku yang sudah kukumpulkan dari Sabang sampai Merauke tidak saling mencabik dan menumpahkan darah.

Ketika aku diusir dari Istana, aku hanya menasihati anak-anaku biologisku: “Jangan ambil apapun di dalam istana. Ini semua milik negara. Sekalipun itu aku yang koleksi, aku koleksi sebagai Kepala Negara. Jadi itu semua diterima dari negara sahabat sebagai lambang kerjasama dan penghormatan serta kehormatan kita.” Aku mengajari aku untuk tahu membedakan mana milik negara dan milik keluarga (mungkin yang aku punyai hanya keluargaku, istri-istriku, anak-anakku). Aku mengajari anak-anakku untuk tidak silau dengan segala ornamen kebesaran yang bukan diberikan kepadaku sebagai pribadi. Bagaimana sekarang anak-anakku rakyat Indonesia?

Kaki Merapi, 10 Juli 2017

Alfred B. Jogo Ena

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERI PENTIGRAF BUNG KARNO

Buku Pribadi

Motivasi Diri